BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Sepakbola
sebagai olahraga favorit yang
membutuhkan kondisi fisik dan mental yang prima terlebih-lebih jika tujuannya
adalah suatu prestasi. Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam pencapaian
kondisi fisik yang prima adalah kemampuan berlari cepat seorang pemain, sebab
sepak bola membutuhkan gerakan-gerakan yang penuh dengan tenaga dan kecepatan.
Oleh sebab itu, seorang pemain membutuhkan daya ledak otot yang bagus agar
dapat menunjang setiap gerakan dalam bermain sepak bola. Faktor inilah yang akan berpengaruh besar
terhadap kemampuan pemain dalam berlari cepat atau sprint.
Pada laki-laki,
daya ledak otot dan kecepatan berlari lebih baik dibandingkan perempuan, dan daya
ledak otot dan kecepatan berlari pemain dapat dimaksimalkan pada usia 21- 45
tahun (Hamisah, 2007). Pada zaman modern
ini, olahraga bukan hanya sekedar mencapai kesenangan dan kepuasan melainkan telah diperlombakan untuk mencapai prestasi puncak. Untuk mencapai prestasi puncak,
para atlet harus memiliki kebugaran
jasmani yang tinggi, profesional, serta didukung oleh "team work" yang berasal dari berbagai disiplin ilmu (lokakarya IPTEK Olahraga tahun 1999 di Cipayung Bogor).
Salah satu disiplin ilmu yang ikut berperan dalam membentuk atlet yang lebih
berprestasi adalah Fisioterapi. Fisioterapi secara etimologi terdiri dua unsur
yaitu "Fisio" yang berarti
alam dan "Terapi" yang
berarti pengobatan. Fisioterapi secara umum
adalah suatu upaya umum pelayanan kesehatan profesional yang bertanggung jawab atas kapasitas fisik dan kemampuan fungsional yang dilaksanakan dengan tindakan
terarah dan berorientasi pada pemecahan
dengan menggunakan pendekatan ilmiah yang dilandasi oleh etika profesi. Dengan demikian yang menjadi garapan
fisioterapi adalah gerak dan fungsi
yang dimanifestasikan dalam kemampuan fungsional tiap individu
Fisioterapi yang
sudah menjadi salah
satu dari team work suatu klub
sepakbola, telah diakui juga keberadaannya. Fisioterapi bukan hanya terbatas
berperan pada upaya penyembuhan dan pemulihan, tetapi juga berperan bagaimana
seorang pemain dapat meraih prestasi puncak. Bentuk upaya yang dapat diberikan
oleh seorang fisioterapis diantaranya yaitu melakukan serangkaian tes atau
evaluasi tingkat kebugaran pemain, termaksud melakukan analisa tentang
kelebihan dan kekurangan dari tiap pemain, salah satunya dengan melakukan
analisa daya ledak otot dengan kemampuan lari speed. Yang dapat dilakukan pada atlet
professional maupun atlet non profesional.
Hasil observasi
peneliti di SMA Negeri 18 Makassar menunjukkan banyaknya pemain sepak bola yang memiliki
kecepatan dan daya ledak otot kurang. Untuk memberikan gambaran yang lebih
jelas mengenai hubungan antara variabel
tersebut, maka penulis akan memberikan suatu hasil penelitian pada pemain sepak
bola SMA Negeri 18 Makassar.
Agar informasi
yang diberikan akurat dan tepat, maka penulis mengangkat judul skripsi “Hubungan Antara Daya Ledak Tungkai Dengan
Kecepatan Pada Pemain Sepak Bola SMA Negeri 18 Makassar.”
B. Rumusan Masalah
Berdasakan latar
belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitan ini adalah apakah ada Hubungan Antara Daya Ledak Tungkai Dengan Kecepatan Pada Pemain Sepak
Bola SMA Negeri 18 Makassar.
C.
Tujuan
Penelitian
1. Tujuan
umum
Untuk mengetahui Hubungan Antara
Daya Ledak Tungkai Dengan Kecepatan Pada Pemain Sepak Bola SMA Negeri 18
Makassar
2.
Tujuan Khusus
a.
Untuk mengetahui persentase tingkat daya ledak tungkai pada
pemain sepak bola SMA Negeri 18 Makassar.
b.
Untuk mengetahui persentase tingkat kecepatan pada pemain
sepak bola SMA Negeri 18 Makassar.
c.
Untuk
menganalisis
hubungan daya ledak tungkai
dengan
kecepatan pada pemain sepak bola SMA Negeri 18 Makassar.
D. Manfaat Penelitian
1.
Manfaat Teoritis
Penelitian
ini diharapkan bermanfaat sebagai bahan referensi atau rujukan bagi yang berminat
untuk mengkaji lebih dalam masalah olahraga. sehingga dapat bermanfaat bagi masyarakat, dunia ilmu pengetahuan dan
teknologi. Bagi peneliti sendiri, penelitian ini sangat bermanfaat dalam
menambah pengalaman dan pengetahuan peneliti.
2. Manfaat
Praktis
Penelitian
ini diharapkan dapat diaplikasikan secara profesional pada atlit baik amatir
maupun profesional, sehingga dalam aplikasinya dapat menghasilkan atlet atau
pemain sepakbola yang handal yang dapat membela Tim Nasional, dan dapat
memaksimalkan kemampuan atlet atau para para pemain sepakbola sampai pada
prestasi puncaknya.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Tinjauan
Fisiologi Otot
Tubuh
memiliki struktur pendukung dan penghubung dalam menghasilkan gerak termasuk
didalamnya tulang, otot, dan tendon. Serabut otot tersusun atas myofibril.
Masing-masing miofibril dibentuk oleh unit-unit kontraktil yang saling
bersilangan yang disebut sarkomer, dan sarkomer adalah unit kontraktil dasar
dari cell otot (Chusid, 1993: 63).
Kontraksi
otot menghasilkan gerakan yang disebut isotonik. Kontraksi isotonik dapat
dibagi dalam dua bentuk, yakni kontraksi konsentrik yang terjadi ketika otot
memendek saat melawan tahanan. Dan kontraksi eksentrik adalah pemanjangan otot
saat melawan tahanan. Kontraksi otot membutuhkan energi dan otot disebut
sebagai mesin pengubah energi kimia menjadi kerja mekanik. Sumber energi yang
dapat segera digunakan untuk gerakan secara mendadak adalah derivat phospat
organik berenergi tinggi yang terdapat didalam otot. Senyawa phospat tersebut adalah
phosporylcreatine yang dihidrolisis menjadi creatin dan grup phospat dengan
melepas sejumlah energi (Ginther, 2006: 162).
Dalam
keadaan istirahat sebagian ATP di mitokondria akan melepaskan phospat kepada
creatin, sehingga terbentuk simpanan phosporylcreatin mengalami hidrolisis
ditempat pertemuan kepala myosin dan actin, membentuk ATP dari ADP yang
menyebabkan proses kontraksi berlanjut. Enzim creatine kinase (ck) merupakan
katalisator reaksi antara Phosporylcreatin (Pcr) dan ADP untuk hasilkan creatin
+ ATP, demikian juga enzim Myophosphorylase yang merupakan katalisator reaksi
antara Glycogen + Pi + ADP untuk menghasilkan H+ lactate + ATP (Wilson et al.,
1996: 85).
Melalui
bantuan enzim creatine kinase, phosphocreatine (PCr) yang tersimpan di dalam
otot akan dipecah menjadi Pi (inorganik fosfat) dan creatine dimana proses ini
juga akan disertai dengan pelepasan energi sebesar 43 kJ (10.3 kkal) untuk tiap
1 mol PCr. Inorganik fosfat (Pi) yang dihasilkan melalui proses pemecahan PCr
ini melalui proses fosforilasi dapat mengikat kepada molekul ADP (adenosine
diphospate) untuk kemudian kembali membentuk molekul ATP (adenosine
triphospate). Melalui proses hidrolisis PCr, energi dalam jumlah besar (2.3
mmol ATP/kg berat basah otot per detiknya) dapat dihasilkan secara instant
untuk memenuhi kebutuhan energi pada saat berolahraga dengan intensitas tinggi
yang bertenaga. Namun karena terbatasnya simpanan PCr yang terdapat di dalam
jaringan otot yaitu hanya sekitar 14-24 mmol ATP/ kg berat basah maka energi yang
dihasilkan melalui proses hidrolisis ini hanya dapat bertahan untuk mendukung
aktivitas anaerobik selama 5-10 detik (Wilson et al., 1996: 87).
Dalam
latihan yang memerlukan energi mendadak dan cepat serabut otot yang bekerja adalah tipe cepat, karakteristik
serabut otot tipe cepat a adalah kecepatan kontraksi cepat, hasil pengecatan
histokimiawi gelap (tipe IIa), kapasitas oksidatif sedang,kapasitas glikolisis
tinggi, resistensi kelelahan sedang (cukup tidak cepat lelah), kekuatan motor
unit tinggi, densitas kapiler sedang densitas mitokondria sedang, kandungan
mioglobin sedang, berwarna pucat dan diameter sedang (Wilmore & Costill,
1994: 137). Karakteristik serabut otot tipe cepat b adalah kecepatan kontraksi
cepat, hasil pengecatan histokimiawi gelap (tipe IIb), kapasitas oksidatif
rendah, kapasitas glikolisis sangat tinggi, Produksi ATP melalui glikolisis
anaerobik, resistensi kelelahan rendah (cepat lelah), kekuatan motor unit
tinggi, densitas kapiler darah dan
densitas mitikondria rendah, kandungan mioglobin rendah, berwarna pucat dan
diameter besar (Chimera et al, 2004: 139).

Gambar
1.1
Penampang
otot tipe cepat. Sumber: Applied Kinesiology and Biomechanics,
Chimera
et al. (2004).
Proses
yang mendasari pemendekan elemen kontraktil dalam otot saat otot memendek,
filament tipis dari kedua ujung sarkomer yang berhadapan akan saling mendekat.
Pada pemendekan otot yang kuat, filamen-filamen tersebut saling tumpang tindih.
Pergeseran selama kontraksi otot terjadi apabila kepala myosin berikatan erat
dengan actin dan lepas lagi dimana daur ini terus terjadi berulang-ulang selama
sediaan energi terus ada.
Tahapan
kontaraksi dan rileksasi dimulai dari terbentuknya potensial aksi di motor
end-plate dan tercetusnya potensial aksi pada serabut otot yang menyebabkan
penyebaran depolarisasi kedalam tubulus T, pelepasan Ca 2+ dari sisterna
terminal reticulum sarkoplasmik serta difusi Ca 2+ ke filament tebal dan
filament tipis, pengikatan Ca 2+ oleh troponin C, membuka tempat pengikatan
myosin dan actin ehingga terjadi pembentukan ikatan silang (cross link) antara
actin dan myosin dan pergeseran filament tipis pada filament tebal (pemendekan
otot atau kontraksi), selanjutnya Ca 2+ dipompakan kembali didalam reticulum
sarkoplasmik, pelepasan Ca 2+ dari troponin yang menghentikan interaksi antara
aktin dan myosin (Chimera et al, 2004: 131)

Gambar
1.2.
Mekanisme
kontraksi otot. Sumber: Applied Kinesiology and Bio mechanics,
Chimera
et al. (2004).
Tubuh
memiliki propioceptor atau reseptor yang sensitif terhadap tegangan dan
penguluran. Muscle spindle salah satu dari propioceptor yang berperan aktif
dalam gerak Stretch Reflex. Stretch reflex adalah respon yang tidak disadari
berupa kontarksi melalui stimulus dari luar yang menyebabkan otot terulur.
Intinya ketika spindle itu terulur, maka akan mengirim sinyal ke spinal cord,
yang mana sinyal tersebut diolah dan dikirim kembali ke otot yang menyebabkan
kontraksi. Kuatnya respon muscle spindle tersebut ditentukan oleh rata-rata
penguluran. Secara praktek dapat dikatakan bahwa dengan lebih cepat dan kuat
suatu gerak yang diterapkan di otot, maka gerakan yang lebih bertenaga saat
kontraksi otot (Komi & Golhofer, 1997: 91).
Golgi
Tendon Organ (GTO) adalah propioceptor lain yang punya pengaruh dalam gerak
stretch reflex, GTO terletak di dekat sambungan antara perut otot dan tendon,
yang memiliki fungsi sebagai penghambat terjadinya kontraksi otot. GTO
melindungi otot dari kontraksi yang berlebihan dan saat GTO terstimulasi maka
otot akan rileks. Hal ini memungkinkan latihan vertical jump dapat mengatur
ambang rangsang aktifasi GTO untuk memaksimalkan tenaga elastik pendukung
didalam otot (Harris et al., 1999: 27).
Masing-masing
serabut otot dipersarafi sebuah saraf yang disebut motor neuron dan satu titik
dimana saraf itu mempersarafi serabut otot yang disebut neuromuscular junction
atau motor end plate. Satu motor neuron dapat mempersarafi beberapa serabut
otot, motor neuron dan seluruh serabut itu dipersarafi secara bersamaan yang
disebut motor unit (Chusid, 1993: 67) ada dua cara yang merupakan dasar untuk
meningkatkan tenaga yang dihasilkan, yaitu:
1)
Meningkatkan rata-rata stimulasi dari
motor unit
2)
Meningkatkan jumlah motor unit yang
teraktifkan
Motor unit tidak terkatifkan semua
secara bersamaan dalam waktu yang singkat dan cepat, memerlukan program latihan
yang berkala dalam waktu yang sesuai dan ini ditentukan oleh dosis yang pasti,
dalam latihan pliometrik secara bertahap dan sesuai dengan tingkatan
kesulitannya serta subjek yang akan dilatih dosis ini telah ditentukan dengan benar.
Motor unit dikontrol oleh sejumlah saraf yang berbeda dan pengaruh sensory
integrated yang mampu mengirim impuls berupa impuls eksitator atau
inhibitor, sensory integrated memiliki peran yang cukup penting dalam
menstimulus respon mototrik melalui gerak stretch reflex yang merupakan
respon akhir untuk mengirim impuls motorik agar mampu meraih daya ledak (power) maksimal pada otot, ketika
serabut otot berkontaraksi atau saat rileks ini tergantung dari sejumlah impuls
yang terkumpul menjadi satu kesatuan utuh yang diterima oleh motor unit dalam
satu waktu yang tepat. Motor unit teraktivasi dan serabut otot berkontraksi
hanya saat impuls eksitator masuk dan mengeksitasi rangsang inhibitor yang
bertemu pada ambang rangsang yang cocok (Kotzmanindiz, 2006: 54).
Daya ledak (Power) yang diraih dihasilkan oleh penambahan
ukuran dan kemampuan cakupan sensitifitas motor neuron yang cocok dan bersamaan
melalui latihan bertahap yang selanjutnya mempengaruhi kemampuan motor unit
untuk menanggapi stimulus respon. Fasilitasi saat kontraksi untuk meningkatkan
kemampuan otot untuk mengerahkan seluruh tenaga. Seperti peningkatan gerak
recruitment yang akan dihasilkan dari penghadangan atau pengurangan impuls
inhibitor, yang akan mengizinkan motor unit untuk lebih banyak teraktivasi
secara bersamaan (Kraemer et al., 2001: 132).
Peningkatan daya ledak (Power) dalam aplikasi latihan pliometrik
mempunyai fase-fase yang sama dimana disetiap fase tersebut memberikan
penjelasan tentang bagaimana proses peningkatan sensitifitas motor neuron dan
motor unit dalam merespon stimulus serta meningkatkan daya ledak (Power) secara maksimal (Willmore &
Costill, 1994: 89). Fase tersebut yakni Stertch shorthening cycle yang
merupakan proses dimana suatu kompleks kontrol yang dimulai dengan fase
eksentrik, saat fase ini terjadi proses peningkatan produksi tenaga dan
perkembangan kemampuan otot melalui penyimpanan energi elastis (Young et al.,
1999). Kontraksi eksentrik menjadi dasar dalam perubahan lingkungan lokal otot
untuk menyokong perkembangan sensitifitas otot pada motor neuron dan motor unit
yang selanjutnya menjadi keberhasilan pemusatan produksi daya ledak (Power) saat fase
konsentrik. Sebuah studi menunjukkan bahwa pada saat fase eksentrik otot
memproduksi lebih banyak mechanogrowth factor (Adams et al.,
2000), meningkatkan sintesa protein diotot untuk peningkatan kemampuan yang
lebih besar (Miller et al., 2002), menurunkan tingkat degradasi protein
otot sehingga pasokan terus tercukupi (Kotzamanidis et al., 2006), dan
meningkatkan kemampuan kerja mesin pengolah protein yakni ribosom yang
bertanggung jawab dalam sintesa protein untuk hasil produksi lebih besar agar
menyokong keberhasilan saat fase konsentrik (Young et al., 1999).
Fase selanjutnya adalah Amortization
dimana pada fase ini kontraksi yang terjadi adalah kontraksi isometrik,
kontraksi ini terjadi saat seorang secara jelas berkontraksi tetapi tidak
terjadi perubahan tonus atau tetap, dalam fase ini energi elastis yang telah
diproduksi dan disimpan saat fase eksentrik akan mulai dikirm secara
keseluruhan dalam fase ini perkembangan kemampuan otot tidak terjadi tetapi
peningkatan daya ledak (Power) saat
derajat sendi yang digunakan akan disesuaikan penggunaanya saat fase konsentrik
(Kraemer et al., 2001). Kontraksi otot yang tetap terjadi sekitar 5
detik ini memberikan tekanan pembuluh darah yang memberikan perintah pengiriman
dan pengeluaran tenaga elastis kumpulan sintesa energi dalam aliran darah ke
otot yang siap mengeluarkan gerak meledak secara cepat (Sorensen et al.,
1996: 137).
Kemudian saat fase terakhir yakni
konsentrik pengeluaran tenaga maksimal tersebut terjadi, kontraksi ini
merupakan fase penutup dari kedua fase yang terjadi sebelumnya, semua urutan
proses ini tidak dapat terpisahkan dan menjadi satu kompleks kontrol untuk
menghasilkan daya ledak (Power) yang
maksimal dan proses ini dipengaruhi oleh waktu yang tepat, keharmonisan gerakan
dan ketepatan gerakan (Sorensen et al., 1996: 139).
B. Biomekanik Otot
Otot hanya merupakan jaringan yang
mampu secara aktif mengembangkan ketegangan (tension). Karakteristik ini
memungkinkan otot skeletal atau otot lurik dapat melakukan fungsi penting dalam
mempertahankan postur tubuh tegak, menggerakkan anggota gerak tubuh, dan
mengabsorbsi (meredam) terjadinya shock. Karena otot hanya dapat
melakukan fungsi tersebut pada saat dirangsang dengan baik, maka sistem saraf
dan sistem otot secara kolektif seringkali dikenal sebagai neuromuskular
system. Pada Bab ini akan dibahas tentang sifat-sifat jaringan otot, organisasi
fungsional dari jaringan otot, dan aspek biomekanik dari fungsi otot.
Ada 4 sifat jaringan otot yaitu
ekstensibilitas, elastisitas, irritabilitas, dan kemampuan mengembangkan
ketegangan (tension). Sifat-sifat tersebut umumnya terdapat pada seluruh
otot yaitu otot jantung, otot halus, dan otot skeletal pada manusia, juga
dimiliki oleh otot-otot mamalia, reptil, amphibi, burung dan serangga.
a.
Ekstensibilitas dan Elastisitas
Sifat ekstensibilitas dan
elastisitas umumnya terdapat pada beberapa jaringan biologis. Ekstensibilitas
adalah kemampuan terulur atau meningkatnya pemanjangan otot, sifat
karakteristik lain adalah sifat elastis, yaitu kembali ke ukuran panjang yang
normal (Soedarminto,1992). Elastisitas otot akan mengembalikan penguluran dan
memberikan transmisi ketegangan yang halus dari otot ke tulang.
Sifat elastis otot digambarkan sebagai
komponen yang terdiri dari 2 komponen utama. Paralel Elastic Componen (PEC)
ditunjukkan oleh membran otot, yang memberikan tahanan pada saat otot secara
pasif terulur (stretch). Seri Elastic Componen (SEC) terdapat pada
tendon, bekerja sebagai pegas yang lentur untuk menyimpan energi elastis ketika
otot yang tegang diulur (di stretch). Komponen-komponen elastisitas otot
ini dinamakan demikian karena membran otot dan tendon masing-masing pararel
dengan serabut otot dan seri atau segaris dengan serabut otot, dimana
memberikan komponen kontraktil. Elastisitas otot skeletal manusia secara utama
terdapat pada SEC (tendon).
Baik SEC dan PEC memiliki sifat merekat yang
memungkinkan otot terulur dan kembali ke dalam bentuk semula. Ketika penguluran
statik pada group otot seperti hamstring memanjang, dan meningkatkan ROM sendi.
Demikian pula, setelah group otot tertentu diulur (di stretch), maka
tidak akan kembali dengan segera ke posisi pemanjangan istirahat (resting
length), tetapi secara bertahap akan memendek selama jangka waktu tertentu.
Respon viskoelastik ini pada otot tidak bergantung pada jenis kelamin (independent).
b.
Irritabilitas dan Kemampuan Mengembangkan
Ketegangan
Sifat karakteristik otot lainnya adalah
irritabilitas. Irritabilitas adalah kemampuan untuk merespon suatu stimulus.
Stimulus yang mempengaruhi otot dapat berupa elektrokimiawi seperti aksi
potensial dari saraf yang mempersarafinya, atau mekanikal seperti pukulan /
benturan dari luar pada bagian otot. Ketika diaktivitasi oleh stimulus maka
otot akan merespon dengan berkembangnya ketegangan (tension).
Kemampuan
untuk mengembangkan ketegangan (tension) merupakan salah satu sifat
karakteristik yang khas pada jaringan otot. Secara historis, perkembangan
ketegangan (tension) dari otot telah dikenal sebagai kontraksi, atau
komponen kontraktil dari fungsi otot. Kontraktilitas adalah kemampuan otot
untuk memendek dari panjang otot. Namun demikian, ketegangan pada suatu otot
tidak mungkin menghasilkan pemendekan otot.
C.
Daya
Ledak Tungkai
( Power )
1. Pengertian
Daya
ledak otot adalah salah satu komponen fisik yang dibutuhkan dalam berbagai
cabang olahraga dan merupakan kekuatan otot terbesar dalam periode waktu
tersingkat menyelesaikan tugas. Berbicara
daya ledak otot berarti selalu menyangkut kekuatan dan kecepatan kontraksi otot
yang dinamis dan eksplosif serta melibatkan pengeluaran kekuatan otot yang
maksimal dalam waktu yang cepat.
Kondisi
fisik yang baik merupakan salah satu unsur pendukung dalam pencapaian prestasi
yang optimal. Peningkatan dan pemeliharaan dua aspek yang penting yang
dilakukan secara terus menerus dan berkesenambungan meskipun dilakukan dengan
system perioritas sesuai dengan kekhususan masing-masing cabang olahraga
(Wahyudi.,2001).
Salah
satu unsur kondisis fisik yang memeiliki peran penting dalam kegiatan
olahraga,baik secara unsur pendukung dalam suatu gerak tertentu maupun gerak
utama dalam upaya pencapaian teknik gerak yang sempurna adalah daya ledak.
Daya
ledak adalah kemampuan mengatasi tahanan dengan kecepatan tinggi. Kecepatan
tinggi diartikan sebagai kemampuan otot yang kuat dan cepat dalam berkontraksi.
Artinya bahwa daya ledak dipengaruhi oleh kekuatan dan kecepatan,baik kecepatan
rangsangan maupun kecepatan kontraksi otot.(Fox,dkk.1988). Daya ledak otot
berbeda dengan kekuatan oton karena daya merupakan suatu pengukuran dari jumlah
kerja yang dilakukan dalam satu-satuan waktu. Daya ledak tidak hanya ditemtukan
oleh kekuatan kontraksi, tetapi juga ditentukan oleh jarak dan jumlah otot yang
berkontraksi setiap menitnya.Gerakan di laksanakan dengan cepat dan kuat,ini
sangat memungkinkan dan efektif untuk memacu koordinasi kecepatan rangsangan
saraf dan kontraksi otot.
Daya
ledak dapat di kembangkan melalui beberapa cara atau metode latihan
diantaranya:
a.
Meningkatkan kekuatan tanpa mengabaikan kecepatan.
Pembebananya harus submaksimal
dengan lama waktu 7 sampai 10 detik, jumlah repetisi 8 sampai 10 kali dan di
lakukan sebanyak 3 sampai 4 set, pembebanan berkisar antara 60 sampai 90% dari
kekuatan maksimal (O’Shea,1987)
b.
Meningkatkan kecepatan tanpa mengabaikan
kekeuatan intensitas pembebenanaya berkala
ringan sampai sedang yakni antara 60 samapai 80 % dari kemampuan maksimal ( jansen,1983 )
c.
Melatih kekuatan dan kecepatan secara
bersamam-sama untuk meningkatkan kondisi fisik dengan tujuaan utama
meningkatkan daya ledak, kekuatan, kecepatan kontraksi otot dan rangsangan
saraf secara efektif adalah dengan menggunakan beban sedang dan bersifat isotonic.(Clarke,1980)
Daya
ledak otot tungkai dapat ditingkatkan dan dikembangkan dengan berbagai macam
latihan diantaranya melalui latihan leg-
press yang maengandung unsur tolakan yang singkat dan kuat atau dengan latihan maxex yang mengkombinasikan kerja maksimal
dengan latihan untuk menghasilkan daya ledak. Latihan ini harus dilakukan
dengan hati-hati, dengan berbagai macam variasi dan bertahap (johanysh L 2008)
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi
daya ledak otot tungkai
Kemampuan daya ledak otot tungkai juga
sangat bervariasi untuk tiap individu. Secara prinsip faktor-faktor yang
mempengaruhi daya ledak seorang pemain tidak lepas dari kekuatan otot yang
dimilikinya oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa faktor-faktor yang
memepengaruhi kekuatan otot tungkai juga memepengaruhi kemempuaan daya ledak
pemain.
Faktor-faktor tersebut adalah :
a.
Tipe serabut otot.
Serabut
otot tungkai dapat diklasifikasikan dalam 2 jenis serabut berdasarkan
karakteristik yang dimilikinya, yaitu serabut otot lambat atau slow twitch dan serabut otot cepat atau fast twitch. Serabut otot cepat terdiri
dari serabut otot tipe a dan b. karesteredtik masing-masing tipe
saerabut otot dapat dilihat dari berbagai aspek, antara lain : aspek kecepatan
kontraksi, aspek kelelahan, aspek diameter, aspek konsentrasi adonintriphosphate atau sering disebut ATPase, aspek konsentrasi mitokondria, aspek konsentrasi enzyme glycolytik. Berdasarkan
karasteristik tersebut perbedaan waktu puncak. Ketegangan maksimum dsebabkan
adanya konsentrasi myosin ATPase yang tinggi pada serabut fast twitch.
Waktu
yang dibututhkan untuk tenaga maksimal pada serabut fast twitch sekitar 1/3 dari waktu yang dibutuhkan
oleh serabut otot slow twitch,
artinya kecepatan kontraksi serabut otot fast
twitch kira-kira 3 kali lebih cepat
dari pada otot serabut slow twich. Serabut fast twitch juga lebih besar diameternya dari
pada serabut otot slow twitch. Serabut fast twich
memepunyai kemampuan sistem energi anaerobic
yang tinggi dan kemampuan sistem aerobic yang rendah. Sebaliknya slow twitch memepunyai sitem aerobic yang tinggi dan anaerobic yang rendah. Kemampuan sistem aerobic yang tinggi pada serabut slow twitch disebabkan karna
serabutnya dikelilingi kapiler yang padat dan memepunyai banyak mitokondria disertai akti vitas ensim – enzim oksidatif yang tingi. Sedangkan kemampuan sistem anaerobic
pada fast
twitch disebabkan karena fast twitch memepunyai aktifitas enzim-enzim sisitem fosfagen
dan sistem glikolitik yang tinggi. (ilhamjaya,dkk 2000).
b.
Posisi
Sebenarya
seluruh gerakan tubuh disebabkan seluruh kontraksi otot-otot antagonis pada
sisi sendi berlawanan yang berlangsung
bersama- sama keadaan ini disebut koaktifasi dari otot antagonis dan dikendalikan oleh mekanisme motorik otak dan medulla spinalis.
Posisi masing-masing tubuh yang terpisah
seperti satu lengan atau satu tungkai, ditentukan oleh derajat kontraksi
relative dari serangkaian otot antagonis. Sebagai contoh mari kita asumsikan
bahwa satu lengan atau satu tungkai ditempatkan pada posisis tengah. Untuk
mencapai hal ini, otot-otot antagonis dirangsang kira-kira sama besar. Ingatlah
bahwa otot yang pangjang akan berkontraksi dengan kekuatan yang lebih besar
dari pada otot yang pendek. Karena itiu, semakin panjang otot antagonis maka ia
akan berkontraksi dengan kekuatan yang jauh lebih besar dari pada otot yang
pendek. Ketika lengan atau tungkai keposisi tengah, kekuatan otot yang lebih
panjang akan menurun, sementara kekuatan otot yang lebih pendek akan meningkat
sampai kedua kekuatan setara satu sama lain. Pada titik ini pergerakan lengan
atau tungkai akan berhenti. Jadi semakin panjang otot pada awal kontaraksi maka
tenaga yang dihasilkan akan semakin besar.
c.
Latihan
Latihan
merupakan rangkaian aktifitas fisik yang sistematis tujuan utamanya adalah meningkatkan
kemampuan sistem tubuh melalaui suatu proses yang dilakuakan secara cermat dan
berulang dengan peningkatan beban latihan.
Latihan adalah memberikan tekanan fisik yang teratur sistemati, dan
berkesinambungan yang disusun sedemikian rupa hingga mampu meningkatkan
kemampuan kinerja fisik secara nyta. Latihan merupakan upaya, untuk melekukan
penyusaian terhadap tekanan fisik. Jika otot menerima tekanan dalam batas
toleransinya, maka akan terjadi penyusaian hingga dapat meningkatkan kekuatan
otot tersebut, sebaliknya jika otot kurang mendapatkan tekanan maka akan tejadi
kemunduran kekuatan otot.( Fox, 1988)
D. Kecepatan
Kecepatan
adalah kemampuan untuk melakukan gerakan-gerakan yang sejenis secara
berturut-turut dalam waktu yang sesingkat-singkatnya, atau kemampuan untuk
menempuh suatu jarak dalam waktu yang sesingkat-singkatnya (Oxendine, 1986).
Kecepatan juga didefinisikan sebagai hasil kerja suatu tenaga pada suatu massa.
Didalam gerakan dasar manusia, massa merupakan anggota gerak tubuh, sedangkan tenaga
merupakan kekuatan otot yang digunakan individu menurut anggota tubuh yang
digerakkan.
Gerakan yang cepat dan reaksi yang cepat merupakan
komponen dari speed. Pelatih sering kali menekankan pada pemain tertentu atau
seluruh tim untuk memiliki kecepatan. Pada pemain sepakbola sangat membutuhkan
kecepatan untuk berlari, pada pemain basket kecepatan yang efektif diperlukan
untuk menembak bola kekeranjang, begitu pula pada olah raga baseball diperlukan
pelari cepat untuk menangkap dan melempar bola serta dalam strategi bertahan.
Kecepatan gerakan memerlukan lebih besar kecepatan
berlari. Kecepatan gerakan dapat didefinisikan sebagai kecepatan setiap orang
bergerak kedepan dengan seluruh tubuh atau bagian tubuh. Pada umumnya kecepatan
gerakan dapat diukur dengan berlari cepat dengan jarak pendek. Suatu jarak lari
diatas 100 yard biasanya tidak dianjurkan untuk mengukur kecepatan gerak karena
adanya keterlibatan faktor endurance.
Secara
fisika, kecepatan didefinisikan sebagai jarak persatuan waktu, artinya kecepatan
diukur dengan satuan satuan jarak waktu dibagi dengan satuan waktu. Secara
psikologis, kecepatan didefinisikan sebagai kemempuan berdasarkan kemudahan
gerak, proses system saraf dan perangkat otot untuk melakukan gerak dalam
satuan waktu tertentu (Jonath, 1987).
Beberapa
hal yang mempengaruhi kecepatan yaitu : strength, reaction time, dan
fleksibilitas (Wilmore, 1997). Jadi untuk mengembangkan kecepatan seorang
pemain, pemain tersebut harus melatih strength (kekuatan) ,reaction time
(kecepatan reaksi) dan Fleksibilitas ( kelenturan) kita tidak hanya focus pada
kecepatan saja.
Selain
itu, kecepatan juga dipengaruhi oleh hal-hal lain antara lain pertama kemampuan
untuk mengatasi tahanan eksternal seperti peralatan, lawan, dan lingkungan
(air, udara, angin, cuaca) (Bompa, 1983). Ke dua kemampuan untuk mengatasi
tahanan internal seperti konsentrasi dan semangat (Harre, 1992).
E.
Sepakbola
Sepakbola
adalah salah satu olahhraga yang
sangat popular didunia. Dalam pertandingan, olahraga ini dimainkan oleh dua
kelompok berlawanan yang masing-masing berjuang memasukan bola ke gawang
kelompok lawan. Masing-masing kelompok beranggotakan 11 orang pemain, dan
karnanya kelompok tersebut dinamakan kesebalasan. Tim
yang mencetak paling banyak gol adalah pemenang dari sebuah pertandingan
biasanya dalam jangka waktu 90 menit. Tetapi ada cara lainnya untuk menentukan
pemenang apabila dalam 90 menit hasilnya masih seri, dengan melajutkan babak
tambahan ketika hasilnya masih seri, pertandingan dilanjutkan dengan adu
penalty.
Peraturan
terpenting dalam mencapai tujuan ini adalah para pemain kecuali penjaga gawang
tidak boleh menyentuh bola dengan tangan. mereka selama masih dalam permainan.
(Wikipedia,2008) Sebuah
pertandingan diperintah oleh seorang wasit dan dibantu oleh 2 orang asisten
wasit. Wasit mempunyai wewenang penuh
untuk menjalankan pertandingan dan keputusan-keputusan pertandingan
dikeluarkan dianggap sudah final, dalam banyak pertndingan wasit juga dibantu
oleh seorang ofisial keempat yang dapat menggantikan seorang ofisial lainnya
jika diperlukan.
Pada
umumnya pada pemain sepak bola sangat membutuhkan Kekuatan, panjang tungkai,
koordinasi, keseimbangan, kecepatan reaksi, daya ledak, dan kecepatan berlari.
Khusus bagi pemain depan yang tergolong penyerang, harus memiliki daya ledak
dan kecepatan berlari yang baik untuk melampaui pemain belakang dalam beradu
kecepatan gerak.
F.
Tinjauan
Alat Ukur
1. Board
Jump Test
Daya
ledak juga disebut sebagai kekuatan eksplosif. Daya ledak menyangkut kekuatan
dan kecepatan kontraksi otot yang dinamis dan eksplosif serta melibatkan
pengeluaran kekuatan otot yang maksimal dalam waktu yang secepat-cepatnya. Daya
ledak merupakan hasil perkalian antara gaya dan jarak dibagi dengan waktu atau
dapat juga dinytakan sebagai kerja.
Dengan demikian tes yang bertujuan untuk mengukur daya ledak seharusnya melibatkan komponen gaya,jarak dan waktu.
Tes daya ledak otot tungkai umumnya
dilakukan dengan gerakan melompat ke
atas. Sebelum melompat batang badan diketulkan kedepan dan lutut juga diketulkan
dimana sudut lutut tidak melebihi 900 dan tangan diayun kebelakang,
pada saat ini otot-otot yang dipakai untuk melompat lebih dahulu diisi dengan
gaya kontraksi eksentrik sehingga hasil lompatan yang dicapai biar maksimal.
Sebaliknya apabila lompatan di awali tanpa mengetulkan sendi lutut terlebih
dahulu maka hasil lompatan akan menjadi kurang maksimal.(widjaja, S.,1998).
Suatu
gerakan yang efektif memepunyai ururtan tertentu yaitu pola gerakan yang diisi
gaya eksentrik untuk berbagi golongan otot yang berperan dalam gerakan tersebut
(Widjaja, S.,1998).
Banyak
tes daya ledak yang digunakan sekarang antara lain, vertical Jump Test, Margarita Kalamen test, dan Board Jump Test. Pada
penelitian ini penulis menggunakan Board
Jump Test untuk mengukur kemampuan daya ledak pemaian dengan alasan bahwa
alat ukur ini sangat mudah dilakukan dan praktis dilakukan dilapangan
sempakbola.
Adapun prosedur pelaksanaanya
adalah sebagai berikut :
· Testi
berdiri dibelakang garis batas (start)
· Kedua
kaki sejajar, lutut ditekuk sambil tangan diayunkan belakang untuk memuli
lompatan.
· Lakukan
lompatan sejauh mungkin, usahakan mendarat dengan kedua kaki serta cegalah
jangan mendarat dengan punggung anda.
· Lakukan lompatan sebanyak tiga kali dan
catat hasil yang terbaik lalu masukan ke dalam tabel 2.2 sesuai dengan
usianya.(wood, J. R.,2008)
Tabel 2.2. Norma Test Board Jump untuk usia dewasa
Kriteria
|
Pria
|
Wanita
|
Baik
sekali
Di
atas rata-rata
Sedang
Di
bawah rata-rata
Kurang
|
>300
270-300
250-269
200-249
<200
|
>280
250-280
220-249
170-219
<170
|
(wood, J. R.,2008)
2.
Lari
Cepat 30
meter.
Tes
lari cepat 30 meter merupakan suatu alat ukur atau alat evaluasi untuk
mengetahui tingkat kecepatan dalam berlari jarak pendek seorang pemain atau
atlit. Tes ini dipakai hampur semua cabang olh raga sebagui alat dalam hal
kecepatan berlari jarak pendek.
a. Prosedur
pelaksanaan
1)
Tujuan untuk mengetahui kecepatan lari
menempuh jarak 30 meter.
2)
Perlengkapan dan alat:
a) Lapangan
datar jarak minimal 40 meter,dibatasi garis start
dan gris finish jarak 30 meter
b)
Stopwatch
,pulpen.dan
formulir
c) Bendera start
d)
Lintasan lari lebar 1,22 cm, buat beberapa
lintasan.
3)
Taster,
terdiri
dari satu orang dan seorang pencatat waktu
4)
Pelaksanan
Pada
aba-aba “siap”testi siap lari dengan start
berdir,setelah “ya “ testi lari secepatnya dan menempuh jarak 30 meter
sampai melewati garis finish. Kecepatan
lari dihitung dari saat bendera diangkat bersamaan dengan aba-aba “ya” . samapi pelari melewati garis finish. Kecepatan lari dicatat sampai
dengan 0,1 detik bila memungkinkan dicatat sampai 0,01 detik.
Lakukan
tes lari tersebut dua kali, setelah berelang satu kali pelari berikutnya atau
kelompok lari berikutnya.
Kecepatan lari yang terbaik yang dihitung. Testi
dinyatakan gagal apabila menyebrang kelintasan lainnya
5)
Hasil
yang didapatkan kemudian dicocokan dengan tabel Norma Test lari cepat 30 meter seperti pada tabel
2.3 (moeslim,M.,1997).
Tabel 2.3 Norma
test lari cepat 30 meter dewasa.
Kriteria
|
Pria
|
Wanita
|
Baik
sekali
Baik
Sedang
Kurang
Kurang
sekali
|
3,58-3,91
3,92-4,34
4,35-4,72
4,73-5,11
5,12-5,50
|
4,06-4,50
4,51-4,96
4,97-5,40
5,41-5,85
5,87-6,30
|
(moeslim,M.,1997)
BAB III
KERANGKA KONSEP & HIPOTESIS
A.
Kerangka
konsep
Sebelum
pemain mengkhususkan diri pada salah satu cabang olahraga, sebaiknya ia
menerapkan prinsip perkembangan menyeluruh dan melibatkan diri
dari berbagai kegiatan fisik, sehingga mengalami perkrembangan dalam berbagai
unsur kemampuan fisik seperti kekuatan, daya ledak otot, daya tahan tubuh,
kecepatan, kelincahan, kordinasi dan sebagainya (Madri, 2004).
Beberapa
faktor mempengaruhi kecepatan lari menempuh jarak 30 meter yaitu kekuatan, daya
ledak, kordinasi, kecepatan reaksi. panjang tungkai, dan stamina anaerobic.
namun diantara faktor –faktor tersebut terdapat satu faktor yang sulit
dikembangkan yaitu ciri antropometrik dalam hal ini panjang tungkai, sedangkan
faktor yang lain masih dapat dikembangkan dengan cara dilatih faktor tersebut.
Latihan harus dilakukan secara sistematis, terpola, teratur, dan
berkesinambungan sehingga kondisi fisik akan meningkat dan memberikan dampak
bagi seorang pemain yang terampil, kuat, cepat, serta efisien dalam setiap
gerakannya.
Kerangka
konsep dibuat penulis disesuaikan dengan alat ukur kecepatan yang digunakan,
dimana kecepatan itu sendiri sebagai variable terikat (dependen) sementara
panjang tungkai, koordinasi, daya ledak tungkai, kecepatan reaksi, dan kekuatan
merupakan sebagai variable bebas (indepeden)
Independen Variabel Dependen Variabel
|
||||
|
||||





|
|
|
|
B.
Variabel Penelitian
1.
Variabel
bebas (independent) : Daya Ledak Tungkai
2.
Variabel
terikat (dependent) : Kecepatan gerak (Speed)
C.
Definisi Operasional
Berdasarkan variabel diatas, maka definisi operasional
setiap variabel adalah sebagai berikut :
1.
Daya
ledak tungkai adalah kemampuan otot tungkai untuk berkontraksi dengan kuat dan
cepat. Salah satu alat ukur yang digunakan adalah Broad Jump Test. Adapun
kriteria pengukuran adalah :
a.
Dikatakan
baik jika hasil pengukuran Broad Jump Test > 270 cm
b.
Dikatakan
kurang jika hasil pengukuran Broad Jump Test < 269 cm
2.
Kecepatan adalah kemampuan otot tungkai untuk menghasilkan
gerakan yang sangat cepat dalam waktu yang singkat. Salah satu alat ukur yang
digunakan adalah tes lari cepat 30 meter. Adapun kriteria pengukuran adalah :
a.
Dikatakan
baik jika hasil pengukuran tes lari cepat 30 meter adalah < 4,34
detik
b.
Dikatakan
kurang jika hasil pengukuran tes lari cepat 30 meter adalah > 4,35
detik
D.
Hipotesis
Penelitian
Berdasarkan
rumusan masalah, maka dapat disusun hipotesis penelitian ini yaitu : Ada
hubungan antara daya ledak tungkai dengan kecepatan pemain sepak bola SMA
Negeri 18 Makassar.
BAB IV
METODE PENILITIAN
A. Jenis
dan Desain Penelitan
Jenis
penelitian ini menggunakan metode
deskriptif analitik .Dalam penelitian
ini penulis hanya mendeskripsikan daya ledak tungkai lalu dihubungkan dengan kecepatan dari pemain sepak bola SMA Negeri 18
Makassar.

r1y
r2y


B. Tempat dan Waktu Penelitian
1.
Tempat penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMA
Negeri 18 Makassar
2.
Waktu penelitian
Waktu penelitian akan dilaksanakan
mulai bulan Juli 2012.
C. Populasi dan Sampel
1.
Populasi
Populasi
penelitian ini adalah seluruh siswa yang terdaftar sebagai pemain sepak bola di
SMA Negeri 18 Makassar sebanyak 22 orang.
2.
Teknik Pengambilan Sampel
Sampel
diperoleh melalui teknik pengambilan sampel dengan cara total sampling yaitu
semua populasi dijadikan sampel.
D. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan
data melalui data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil
evaluasi dari Board Jump Test dan tes
lari 30 meter. Sedangkan data sekunder diperoleh dari wawancara bebas untuk
masing-masing pemain.
E. Teknik Pengolahan Data
Data
yang diperoleh selama penelitian berlangsung akan diolah dengan menggunakan
bantuan program SPSS versi 15 melalui uji Crosstab (analisis Chi-Square). dan akan disajikan
dalam bentuk tabel yang dilengkapi dengan narasi.
F. Alur Penelitian
1.
Tahap
awal
Peneliti melakukan observasi terhadap populasi yaitu
semua pemain sepakbola SMA Negeri 18 Makassar. Jumlah populasi yang didapatkan langsung dijadikan
sampel penelitian karena jumlah populasi yang terbatas. Kemudian setiap sampel
diminta untuk mengisi dan menandatangani surat pernyataan kesediaan menjadi
responden.
2.
Tahap
pelaksanaan
Setelah didapatkan jumlah responden maka setiap responden
diukur tingkat daya ledaknya dengan Board Jump Test dan
hasilnya dicatat kedalam blanko Board
Jump Test. Kemudian pada
hari berikutnya, setiap responden diukur tingkat kecepatannya dengan tes lari 30 meter dan hasilnya dicatat kedalam blanko tes
lari 30 meter.
3.
Tahap
akhir
Data yang diperoleh adalah skor dan tingkat daya ledak,
serta skor dan tingkat speed pada masing-masing responden. Data tersebut
kemudian diolah dengan bantuan program SPSS menggunakan uji Crosstab (analisis
Chi-Square).
G. Instrumen Penelitian
1.
Protap Broad
Jump Test,
2.
Protap lari cepat 30 meter
3.
Meteran.
4.
Alat tulis.
5.
Stopwatch
6.
Pulpen
7.
Lapangan lari 30 meter
8.
Bak lompat jauh
9.
Kapur
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. HASIL PENELITIAN
1.
Analisis Univariate
a.
Karakteristik Usia Responden
Penelitian
ini merupakan penelitian analisis korelasi antara daya ledak (power) tungkai
dengan kecepatan (speed). Dimana populasi adalah seluruh pemain sepak bola yang
terdaftar sebagai anggota pemain Sepak Bola di SMA Negeri 18 Makassar, sebanyak
22 orang, jenis kelamin Laki-Laki dengan usia 15-18 tahun. Sampel diperoleh
melalui teknik pengambilan sampel dengan cara total sampling yaitu semua
populasi dijadikan responden. Adapun distribusi responden berdasarkan usia
dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 5.1
Distribusi
Responden Berdasarkan Usia
Usia
|
Frekuensi
|
%
|
15
|
5
|
23,8
|
16
|
4
|
19
|
17
|
11
|
52,4
|
18
|
1
|
4,8
|
Total
|
21
|
100
|
Mean (rerata)
|
16,38
|
Tabel diatas
menunjukkan bahwa rata-rata responden berusia 16,38. Dengan responden yang
berusia 17 tahun memiliki jumlah terbanyak yaitu 11 orang (52,4%) sedangkan
responden yang berusia 18 tahun memiliki jumlah terkecil yaitu 1 orang (4,8%).
b.
Karakteristik Tingkat Kecepatan dan Daya Ledak Tungkai
Dalam pengambilan data,
peneliti melakukan tes daya ledak dan tes kecepatan pada setiap sampel. Hasil
tes kecepatan dan tes daya ledak dicocokkan kedalam tabel masing-masing,
sehingga muncul kriteria kecepatan dan kriteria daya ledak. Nilai kecepatan dan
daya ledak merupakan data kategori (skala data ordinal) yang akan
didistribusikan pada tabel di bawah ini.
Tabel.5.2
Distribusi
tingkat kecepatan pada pemain sepakbola
SMA Negeri 18
Makassar
Kriteria tingkat
kecepatan
|
Frekuensi
|
%
|
Baik : < 4, 34
|
14
|
66,7
|
Kurang : > 4,35
|
7
|
33,3
|
Total
|
21
|
100
|
Tabel diatas menunjukkan bahwa responden yang memiliki kecepatan
dengan kriteria baik dalam jumlah terbanyak yaitu 14 orang (66,7%),
dibandingkan dengan responden yang memiliki kecepatan kriteria kurang yaitu
sebanyak 7 orang (33,3 %)
Tabel 5.3
Distribusi
tingkat Daya Ledak pada Pemain sepakbola
SMA Negeri 18
Makassar
Kriteria tingkat
daya ledak
|
Frekuensi
|
%
|
Baik : > 270
|
11
|
52,4
|
Kurang : < 269
|
10
|
47,6
|
Total
|
21
|
100
|
Tabel diatas menunjukkan bahwa
responden yang memiliki daya ledak (power) dengan kriteria baik dalam jumlah
terbanyak yaitu 11 orang (52,4%), dibandingkan dengan responden yang memiliki
daya ledak (power) dengan kriteria
kurang yaitu sebanyak 10 orang (47,6 %).
2.
Analisis Bivariate
Penelitian ini
merupakan penelitian analisis korelasi yang menggunakan skala data ordinal
sehingga digunakan uji korelasi Chi-Square. Disamping itu, akan dipaparkan
distribusi tingkat daya ledak (power) tungkai berdasarkan tingkat kecepatan
(speed). Adapun hasil analisis data dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 5.4
Distribusi tingkat kemampuan lari cepat (speed)
Berdasarkan tingkat daya ledak (power) tungkai
Tingkat Daya ledak
|
Tingkat Kecepatan
|
Jumlah
|
||||
Kurang
|
Baik
|
|||||
n
|
%
|
n
|
%
|
n
|
%
|
|
Kurang
Baik
|
11
0
|
52,4
0
|
3
7
|
14,3
33,3
|
14
7
|
66,7
33,3
|
Jumlah
|
11
|
52,4
|
10
|
47,6
|
21
|
100
|
Tabel diatas
menunjukkan gambaran berdasarkan tingkat daya ledak (power) tungkai berdasarkan
tingkat kecepatan (speed). Pada daya ledak (power) tungkai kategori baik, lebih
banyak responden yang memiliki kecepatan kriteria baik yaitu 7 orang (33,3%)
namun tidak ada responden yang memiliki kecepatan cepat kriteria kurang.
Sedangkan pada daya ledak (power) kriteria kurang, terdapat lebih banyak
responden yang memiliki kecepatan kriteria kurang yaitu 11 orang (52,4%) dari
pada responden yang memiliki kecepatan kriteria baik yaitu 3 orang (14,3%).
Tabel 5.5
Hasil Analisis Uji Korelasi tingkat daya ledak tungkai
dengan tingkat kecepatan (speed)
Hasil Analisis
|
p
|
Keterangan
|
|||
Test Daya ledak
|
Test Kecepatan
|
||||
Mean
|
SD
|
Mean
|
SD
|
0,001
|
S
|
4,47
|
0,29
|
255,1
|
16,74
|
Keterangan :
Chi-Square , S : hubungan Signifikan.
Tabel diatas
menunjukkan hasil uji korelasi Chi-Square nilai p = 0,001 < 0,05. Hal ini
menunjukkan bahwa variabel kecepatan (speed) memiliki hubungan yang bermakna
dengan variabel daya ledak (power) tungkai. Dengan demikian, kecepatan dapat
mempengaruhi tingkat daya ledak (power) tungkai seseorang begitu pula
sebaliknya.
B. PEMBAHASAN
Responden penelitian
adalah seluruh pemain sepak bola yang terdaftar sebagai anggota pemain Sepak
Bola di SMA Negeri 18 Makassar, sebanyak 22 orang, jenis kelamin Laki-Laki
dengan usia 15-18 tahun. Anggota tim tersebut merupakan pemain yang telah
memiliki pengalaman bertanding sebanyak 5 kali dan mengikuti kegiatan latihan
secara rutin.
Namun demikian, hasil
penelitian pada tabel 4.2 dan 4.3 menunjukkan bahwa masih banyak pemain Sepak
Bola di SMA Negeri 18 Makassar yang masih memiliki daya ledak (power) tungkai
dan kemampuan lari cepat (speed) kategori kurang. Hal ini, mungkin disebabkan
oleh program latihan yang tidak representatif terhadap beberapa komponen
penting yang harus dimiliki oleh pemain sepakbola. Akan tetapi, itu bukan hal
yang buruk juga, karena daya ledak otot dan kecepatan berlari pemain dapat
dimaksimalkan pada usia 21- 45 tahun (Hamisah, 2007).
Daya ledak merupakan
salah satu komponen dasar motorik atau kemampuan yang menunjang penampilan
efektif dalam olahraga dan permainan (Kirkendall et al dalam Jumain, 2008).
Daya ledak otot merupakan salah satu komponen fisik yang dibutuhkan dalam
berbagai cabang olahraga dan merupakan kekuatan otot terbesar dalam periode
waktu tersingkat menyelesaikan tugas. Begitu pula kecepatan (speed) melibatkan gerakan yang cepat dan reaksi yang cepat.
Kecepatan juga merupakan komponen penting dalam berbagai cabang olahraga
permainan karena untuk menghasilkan penyelesaian akhir yang cepat sangat
dibutuhkan kecepatan.
Dalam olahraga sepakbola, lebih banyak
melibatkan daya ledak siklis daripada daya ledak asiklis. Daya ledak siklis
adalah daya ledak yang dilakukan pada keseluruhan suatu penampilan atau
pada seluruh aktivitas fisik yang mengutamakan kecepatan bergerak keseluruhan tubuh. Dalam olahraga sepakbola
dibutuhkan gerakan cepat seluruh tubuh dengan kapasitas strength yang tinggi,
yang mencakup gerakan berlari cepat, mendrible bola dengan cepat, dan berlari
sambil menendang bola.
Disamping itu, gerakan yang cepat dan reaksi yang cepat merupakan kualitas utama dari
olahraga prestasi. Kecepatan dinyatakan dengan jarak yang ditempuh per satuan waktu. Sedangkan kecepatan lari yaitu kemampuan seseorang untuk berlari untuk
menempuh jarak dengan waktu yang sesingkat-singkatnya atau secepat-cepatnya.
Dalam olahraga sepakbola, seorang pemain yang memiliki kecepatan dengan sangat
tinggi dan konstan akan memiliki kemampuan untuk mengancam pertahanan lawan.
Disamping itu, kecepatan gerak sangat dibutuhkan dalam berlari pada olahraga
sepak bola karena kemampuan tersebut diperlukan untuk melampaui pemain lawan
(pemain bertahan) dan menyelesaikan tugas sebagai pemain.
Kolaborasi daya ledak
dan speed yang dimiliki oleh pemain sepakbola akan menghasilkan performa yang
tinggi. Daya ledak dan speed dapat menunjang skill pemain sepakbola seperti
gerakan mendribble bola denga cepat, berlari cepat melampaui lawan, gerakan berlari
sambil menendang bola, menendang bola atas dengan tepat dan cepat. Komponen
skill tersebut akan menghasilkan performa tinggi jika memiliki daya ledak dan
speed yang tinggi secara bersamaan. Daya ledak tungkai sangat berkaitan dengan
komponen strength (kekuatan) otot tungkai dan kecepatan gerak, sedangkan
kecepatan adalah kemampuan melakukan suatu gerakan dalam waktu yang singkat
(Jack H. Willmore, 1999. Carolyn Kisner, 1996). Kedua komponen skill related
fitness tersebut (daya ledak dan kecepatan) memiliki hubungan yang erat, karena
untuk mencapai daya ledak yang tinggi sangat dibutuhkan kecepatan gerak yang
tinggi selain strength (kekuatan) otot. Hasil penelitian pada tabel 4.4 dan 4.5
menunjukkan bahwa daya ledak (power) tungkai memiliki hubungan yang signifikan
dengan komponen kecepatan,(speed) dimana daya ledak (power) tungkai sangat
mempengaruhi kecepatan (speed) begitu pula sebaliknya.
BAB VI
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan tujuan dan
hasil penelitian diatas, maka dapat disimpulkan dibawah ini sebagai berikut :
1.
Dilihat
dari tingkat daya ledak tungkai menunjukkan bahwa responden yang terbanyak
adalah responden yang memiliki tingkat daya ledak tungkai kategori baik.
2.
Dilihat
dari tingkat kecepatan menunjukkan bahwa responden yang terbanyak adalah
responden yang memiliki tingkat kecepatan kategori baik.
3.
Hasil
analisis menunjukkan bahwa tingkat daya ledak memiliki hubungan yang bermakna
dengan tingkat speed, sehingga dapat dikatakan bahwa tingkat daya ledak dapat
mempengaruhi tingkat speed begitu pula sebaliknya.
B. SARAN-SARAN
1.
Disarankan kepada pelatih sepakbola untuk memperhatikan
komponen daya ledak (power) tungkai dan kecepatan (speed) dalam program latihan
dan pada saat seleksi pemain agar dapat
menghasilkan pemain yang prestasi yang tinggi.
2.
Disarankan kepada Fisioterapis olahraga yang
berkecimpung diklub olahraga, khususnya sepakbola untuk memberikan edukasi
kepada pelatih tentang pentingnya komponen daya ledak (power) tungkai dan
kecepatan (speed).
DAFTAR PUSTAKA
Clarke, DH 1980. Muscular Streng and Endurance : Methode for Development. Salt Lake City :
Bringhon publishing Company
D .Durahim, 2007. Membandingkan Waktu
Tempuh Lari 400 Meter Dengan Pemanasan 30% , 50%, dan 70% Denyut Jantung
Maksimal (Tesis). Surabaya, Universitas Airlangga.
Fox, dkk, 1988. The Physiologikal
Basis of phisical Education and Athletic. Philadelphia: Saunder Collage
Publishing.
Hamisah, 2007. Study
Tentang Daya Ledak Otot (Power) Atlet Sulsel Bangkit (Skripsi) Makassar,
Universitas Hasanuddin
Iilhamjaya Patellongi, dkk., 2000. Fisiologi
Olahraga, Jakarta Rajagrafindo Persada, Jakarta.
Jack H.W and David L.C. 1999. Physiology Of Sport and Exercise,
Second edition Human Kinetics. USA.
Jensen, CR., Schuts,
GW. Dan Bengerter BL, 1983. Applied
Kinesiology and Biomechanics. Philadelphia:MC Graw-Hill Book Company
L. Johansyah. 2008. Membentuk Daya ledak otot
tungkai Melalui Metode Latihan Maxex, (http://www.koni.or.id/files/documen/journal/2, diakses 19 maret 2009
M. Madri. 2004. Pengaruh Laihan Beban
Sub Maksimal dengan High dan Low Speed Frequensi pada Leg-Press Trhadap
Hypertropy dan Daya Ledak Otot Tungkai Atlet Bola Basket. Tesis tidak
diterbitkan. Surabaya : Program pasca sarjana Universitas Airlangga Surabaya
Moeslim, M. 1997. Pengukuran dan
evaluasi pelaksanaan program pelatihan cabang olah raga. Jakarta
O’Shea, jp.1987. Scientifc
Principles and methods of Strengh Fitnes. Tokyo, Addsion
Wisley Publishing Company
Oxedine, J.B. 1986. Physiologi of Motor
Learning. New Jersey, Prentice-HallInc.Englewod Cliff
Wahyudi, 2001. Landasan
evaluasi pendidikan jasmani. Jakarta : Rajagrafindo Persada
Werner Kuprian,
1995. Physical Therapy For Sport, 2nd
Edition, W.B. Saunders Company, Philadelphia
Widjaja, S. 1998. Kinesiologi, Balai penerbit
FKUI, Jakarta.
Wikipedia pondation . 2008. Sepakbola, (http: //id.Wikipedi.org/
sepakbola, diakses 17 maret 2009.)
Wood,
J.,Rob.2008a. Fitnes Testing-standing
long jump Test ( Broad Jump Test), (http//www.toendsport.com/testing/test/long
jump.htm, diakses 19 maret 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar