Senin, 12 Maret 2012

ALS (FISIOTERAPI)

ALS ( AMYOTROPIC LATERAL SCLEROSIS)

ALS adalah penyakit motor neuron progresif muscular atropi, penyakit ini paling sering ditemukan pada orang dewasa. Penyakit ini merupakan penyakit progresif yang tidak diketahui penyebabnya. Dikarakteristikkan dengan adanya degenerasi dan jaringan parut pada motor neuron bagian lateral spinal cord, brainstaim dan cortex cerebral yang menimbulkan istilah lateral dan sclerosis yang mengidentifikasi penyakit ini.


Sebelah kiri adalah sel saraf yang sehat,
sedang yang kanan adalah sel saraf penderita ALS

Saraf perifer berubah menyebabkan serabut otot atropi atau amyotropi. Hal ini mengakibatkan kelemahan sehingga ditemukan limitasi gerak. Pada kasus ini degenerasinya dimulai pada traktus corticospinalis dan menyebar ke bawah ke anterior horn cell dan akar saraf. Jadi penyakit ini dimulai sebagai penyakit upper motor neuron dan pada akhirnya menjadi penyakit lower motor neuron.

INSIDEN
Prevalensi ALS di seluruh dunia berkisar antara 4 – 6 / 100.000 orang. ALS lebih banyak ditemukan pada pria dari pada wanita ( Brown, 1994 ). Ditemukan peningkatan insidensi di kepulauan pasifik dan penelitian yang dilakukan mencoba mengidentifikasi pengaruh lingkungan yang dapat menyebabkan insiden di kepulauan Guan.


GAMBARAN KLINIS
1. Penyakit ini di awali dengan spastic paralysis jari – jari dan tangan yang kemudian menyebar ke atas sampai lengan keseluruhan sehingga tampak seperti hemiplegi.
2. Pada waktu yang sama otot pada lengan atropi secara perlahan – lahan seiring dengan degenerasi anterior horn sel.
3. Awalnya reflek – reflek akan meningkat tetapi secara perlahan – lahan akan menurun akhirnya tidak ada sama sekali.
4. Pada akhirnya spastisitasnya hilang digantikan dengan flaciditas gejala – gejala tersebut menunjukkan tanda – tanda lesi motor neuron padahal penyebab utamanya adalah lesi upper motor neuron.
5. Kemudian tungkai di serang, tanda – tanda spastisitas terlihat pada awalnya dan kemudian akibat degenerasi yang menyebar ke anterior horn sel daerah lumbal, memperluas atropi dan paralysis mengikuti pola yang sama dengan lengan.
6. Tungkai pada masa spastic kemudian lemah dan atropi tetapi pada daerah lengan masih lebih baik dari pada tungkai
7. Reflek – reflek pada tungkai sama seperti pada lengan pada awalnya meningkat, terdapat clonus angkle dan tanda babinsky timbul tapi semuanya itu pada akhirnya hilang.
8. Sama seperti progresif muscular atropi motor nuclei pada medulla juga rusak
8. Pusat pernafasan dan kardial juga rusak.
9. Pasien dapat mengalami kesulitan menelan dan terdapat peningkatan salviasi ( air ludah ) sehingga menyebabkan tersedak.
10. Dapat terjadi dysartria pembicaraan menjadi tidak jelas atau tidak memungkinkan.
11. Dapat terjadi kematian akibat bulbar palsi atau infeksi yang di dapat.


ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO
Familial ALS is an in herited outosomal trait. Penelitian pertalian keluarga dengan DNA menyatakan bahwa ditemukan lebih dari satu gen autosomal dominal ALS, satu gen tersebut adalah kromosal 21 juga didapat bentuk ALS hereditar yang terbentuk secara genetis pada rantai panjang cromosom dua, tipe ini dimulai dari masa anak – anak dan bercirikan kemampuan hidup yang lama.

Rata – rata 90 % ALS terjadi sporadis dengan penyebab yang tidak diketahui. Intoksikasi kronis metal berat seperti timah atau mercuri di duga sebagai agen penyebab. Pertanyaan lain dan masih belum terjawab karena beberapa penyebab ALS menunjukkan akibat dari polio virus. Beberapa laporan menunjukkan peningkatan insiden pada pasien – pasien kanker dengan penyakit motor neuron ( Brown, 1994 ).

PATOGENESIS
ALS mempengaruhi upper motor neuron cortek serebral, turun kebawah melalui traktus kortiko bulbaris dan kortiko spinalis yang kemudian bersinaps dengan lower motor neuron atau interneuron. Hal tersebut dapat terjadi secara langsung mengenai lower motor neuron dengan adanya penyakit pada AHC di spinal cord dan brainstem. Cell yang bermasalah tersebut secara perlahan – lahan menjadi mengecil dan disertai seiring dengan akumulasi yang sangat banyak dari pigmentasi lipid ( lipofusin ) dimana pada kondisi yang normal kondisi ini tidak terbentuk sampai berkembangnya usia ( dewasa ) ( Brown 1994 ).

Produksi radikal bebas dapat menyebabkan perubahan molekul lipid, dan kadang menyebabkan kematian sel. Ada beberapa bukti yang menunjukan keterkaitan antara reaksi imunologi dengan ganglion side neuronal. Peradangan sel timbul pada spinal cord di ALS tetapi penelitian tidak dapat memberikan kesimpulan hal tersebut di akibatkan pasti oleh antibody anti ganglion side. Eksitoksin endogenus seperti neurotransmitter glutamal mungkin menjadi komponen yang penting yang menyebabkan kerusakan neuron – neuron pada ALS.

Walaupun ditemukan bukti bahwa kadar amino acid ( Glutamat ) meningkat pada ALS, hal tersebut tidak jelas sebagai bukti penyebab primer / sekunder ( Braak and Braak, 1994 ; Rothstein et. At 1993 ). Kematian motor neuron perifer pada brainstaim dan spinal cord menimbulkan denervasi dan atropi pada serabut otot yang berhubungan, terdapat bukti pada fase awal penyakit, otot yang denervasi mungkin reinervasi oleh pengaruh akson motorik distal terminal di dekatnya, walaupun reinervasi pada penyakit ini kurang baik dibandingkan dengan penyakit neurologis kronis lainnya.

Ditemukan kematian sel neuron yang selektif yang mencakup motor neuron brainstaim, spinal cord yang sebagian berhubungan dengan nuclei oculo motorik dan kadang – kadang juga menyebar ke prefrontal, parietal dan temporal, subthalamus nuclei dan reticular formasi pada pasien – pasien dengan alat bantu pernafasan ventilatori kemungkinan ditemukan perubahan system sensoris. Daerah otak yang mengontrol koordinasi gerak ( cerebulum ) dan kognisi ( kortex frontal ) tidak rusak pada kondisi ALS ini.

MANIFESTASI KLINIS
1. Manifestasi klinis ALS sangat banyak tergantung daerah dominan mana yang terkena kematian sel, upper atau motor neuron
2. Pada lower motor neuron dan denerfasi yang cepat, gejala pertama dari penyakit tersebut adalah terjadi secara tiba – tiba terdapat kelemahan yang asimetris dan biasanya bagian distal satu ekstremital. Kramping ( kekakuan ) dengan gerakan volitional di pagi hari sering dikeluhkan dengan keluhan dengan “ kekakuan ”.
3. Kelemahan disebabkan denervasi dimana dimana denervasi ini berhubungan dengan kerusakan yang progresif dan atropi serabut otot.
4. Pada awal penyakit ditemukan fasikulasi atau twitching spontan dari serabut otot.
5. Otot – otot ekstensor menjadi lemah dibandingkan dengan otot – otot fleksor khususnya pada tangan.
6. Hal – hal tersebut adalah ciri – ciri ALS, diluar apakah penyakit tersebut di awali pada upper atau lower motor neuron, kedua kategori umumnya saling melengkapi.
7. Kebanyakan pasien pada ALS, tanda Babinsky dan Hoffmann’s ditemukan reaksi tarikan tendon aktif secara disproporsional ( Rouland, 1994 ).
8. Sepanjang perjalanan penyakit masih ditemukan gerakan dan sensori mata, fungsi Bladder and Bowel ( BAK dan BAB ).

Terdapat empat kategori dari gejala – gejala tersebut yang menunjukkan daerah susunan saraf pusat yang terpengaruh dan rusak. Seperti gambar dibawah ini tingkat disfungsi yang menunjukkan istilah – istilah di bawah ini :
1. Pseudobulbar palsy : Kerusakan reflek pada traktus kortikobulbaris
2. Progreasif bulbar palsy
Merupakan kerusakan dari nucleus saraf – saraf cranial. Ditemukan kelemahan otot – otot yang mempengaruhi fungsi menelan, mengunyah dan mimik wajah. Vasikulasi lidah sering ditemukan, pada awal kerusakan bulbar dapat ditemukan kesulitan pernafasan akibat kelemahan ekstermitas. Disartia dan exaggeration ekspirasi emosi atau akibat kerusakan pseudobulbar menunjukkan traktus kertikobulbar juga rusak. System akulomotoris biasanya rusak dan gerakan mata umumnya normal.
3. Primary Lateral Sclerosis
Diakibatkan hilangnya neuronal pada kortex. Tanda – tanda dari kortikospinalis adalah hiperaktifitas dari reflek – reflek tendon dengan adanya spastisitas sehingga menyebabkan kesulitan untuk gerakan aktif. Kelemahan dan spastisitas pada otot – otot tertentu timbul sesuai dengan tingkat dan progresifitas yang ada di sepanjang tractus cotico spinal. Tidak ditemukan atropi otot dan vaskulasi. Jenis ALS ini sangat jarang
4. Progresif spinal muscular atropi
Adalah suatu kondisi dimana hilangnya motor neuron secara progresif di AHC spinal cord, sering kali diawali pada area cervical. Terdapat kelemahan yang progresif, berkeringat dan vasikulasi pada otot – otot intrinsic tangan. Tingkat yang lain dari spinal cord dapat menyebabkan penyakit yang dengan gejala yang sesuai dengan tingkat yang terkena. Daerah yang mengalami kelemahan ditemukan tanpa mempengaruhi tingkat corticospinalis yang lebih tinggi seperti spastisitas.

ALS dengan kemungkinan tanda – tanda upper motor neuron menunjukkan suatu kondisi dimana tidak ada over tanda – tanda upper motor neuron tetapi terdapat kerusakan traktus corticospinalis yang ditandai dengan peningkatan aktifitas reflek tendo yang tiba – tiba pada ektermitas yang lemah, berkeringat dan twitching otot. Ekstermitas atas dan bawah umumnya pada awal penyakit terpengaruh kemudian berlanjut ke simtome wajah dan kegagalan pernafasan.

PENANGANAN MEDIS
Diagnosis dibuat berdasarkan tanda – tanda klinis dan EMG, kriteria EMG untuk ALS ialah adanya fibrillasi, pola gelombang yang positif, vasikulasi dan potensial motor unit berubah pada distribusi akar saraf yang banyak paling sedikitnya tiga anggota gerak dan otot – otot para spinal.

Ada beberapa penyakit yang mirip dengan ALS yang dapat diterapi. Hal ini kritis karena itu diagnosa yang benar harus dibuat secepat mungkin. Lympoma dan penyakit lymfe dapat, menyebabkan neuropati aksonal lower motor neuron yang merata. Kompresi spinal cord juga sperti menunjukkan tanda dan gejala yang hampir sama yang diakibatkan penekanan pada struktur yang sama pada kondisi yang sama. Keracunan metal berat dan penyakit keturunan dapat mengakibatkan tanda gejala yang sama yang dapat terdeteksi dari riwayat pasien. Kerusakan system sensori atau kahambatan konduksi yang menimbulkan testing potensial dapat mengindikasikan proses penyakit neuro lainnya.


PENATALAKSANAAN
1. Sejauh ini tidak ada pengobatan untuk penyakit ini, tenaga medis dan kesehatan mempunyai peranan penting untuk menangani pasien ini dan usahakan untuk mempertahankan kemandirian pasien selama mungkin.
2. Tenaga medis dan kesehatan yang banyak sangat dibutuhkan contohnya pasien dengan disatria membutuhkan speechtherapy, selanjutnya saat penyakitnya berkembang dibutuhkan okupasi terapi untuk memeriksa alat – alat bantu khusus apa saja yang dibutuhkan pasien di rumah dan juga kelompok perawat juga mungkin saja jika pasien di rawat di rumah sakit.
3. Konseling untuk pasien dan keluarga sangat penting.

FISIOTERAPI
1. Treatmen dan atau nasehat – nasehat akan tergantung pada masalah – masalah pada pasien saat itu.
2. Jika terdapat spastisitas akan mengakibatkan ketidaknyamanan pada pasien pada saat melakukan fungsi yang normal.
3. Relaksasi otot dapat membantu untuk ekstermitas atas dan latihan aktif atau latihan aktif assisted diberikan untuk mempertahankan ROM.
4. Spastisitas pada tungkai memungkinkan pasien untuk berdiri sehingga tidak dianjurkan untuk memberikan relaksasi otot. Saat otot menjadi lemah pasien dianjurkan untuk mempertahankan fungsi selama mungkin.
5. Jika pasien tidak mampu melakukan gerakan, latihan ( gerakan ) aktif assisted atau pasif diberikan untuk ROM
6. Hal ini sangat penting karena apabila sudah terdapat kekakuan sendi akan menjadi sangat sulit bagi yang merawat untuk menggerakkan pasien juga akan menimbulkan nyeri yang mengganggu, oleh karena itu mempertahankan ROM akan membantu mencegah masalah – masalah tersebut.
7. Jika bagi pasien sangat mengunjungi klinik fisioterapi dan waktu treatmen harus tetap diberikan walaupun ini minim maka fisioterapis dapat memberitahu pasien dan yang merawatnya apa yang harus dilakukan di rumah.
8. Pada kondisi seperti ini fisioterapi harus yakin adanya pengawasan yang teratur terhadap kondisi fisik pasien dan pencatatan yang lengkap.
9. Pasien harus tahu bahwa ada bantuan yang tersedia pada saat dia membutuhkannya. Pasien dengan masalah pernafasan membutuhkan latihan – latihan pernafasan dan pengeluaran slem. Akan sangat sulit bagi pasien untuk batuk karena adanya kelemahan otot dan akan sangat membantu memberikan support pada dada pasien pada saat pasien akan batuk dengan tambahan fibrasi untuk melepaskan sekresi bila memang dibutuhkan.
10. Alih baring posisi dapat membantu pasien tapi posisi postural drainage khususnya untuk lobus paling bawah biasanya sangat membuat pasien tertekan.
11. Pasien dapat mengalami hal – hal tidak baik dan tidak nyaman dari posisi yang jelek, oleh karena itu fisioterapi harus membantu pasien untuk mencari posisi yang nyaman dan tersanggah baik sehingga mencegah deformitas.
12. Fisioterapi harus memberikan semangat dan simpati sehingga pasien dapat mempertahankan kemandirian selama mungkin. Hal ini penting sehingga pasien tidak mempunyai harapan kosong.

IMPLIKASI KHUSUS BAGI FISIOTERAPI
Kekuatan otot menurun sepanjang perjalanan penyakit secara progresif rata – rata kehilangan adalah stabil setelah tahun pertama, tetapi selama tahun pertama terdapat fluktuasi kekuatan yang merupakan potensial adaptasi dari system saraf pusat. Pada titik ini tujuan terapi adalah memelihara aktifitas fisik umum dan tonus otot.

Latihan – latihan regular sampai sedang dapat membantu mengurangi kelelahan dan keuntungan lainnya adalah baik untuk kesehatan pasien secara umum. Kontribusi spastisitas yang menyebabkan keluhan kelemahan dengan memberikan stretching yang perlahan sehingga mengurangi tonus otot juga sangat baik diberikan. Kram yang menyebabkan sumber rasa nyeri juga berdampak baik bila diberikan stretching setiap hari secara teratur.

Perubahan pola jalan, jelas terlihat dan analisa jalan sangat dibutuhkan untuk memberikan alat bantu jalan yang sesuai untuk pasien. Jatuh yang mendadak dan berat disebabkan oleh kelemahan otot adalah masalah utama yang sering terjadi. Kemampuan dorsi fleksi ankle hilang sebelum hilangnya kekuatan plantar fleksi ankle. Kekuatan hamstring yang berhubungan dengan fungsi berjalan menjadi isometric otot bawah persentase normal akan secara dramatis menurun dan perlahan pada saat ditemukan hilangnya kemampuan fungsional yang hebat. Jumlah otot aktif yang sedikit, yang melewati sendi dibutuhkan untuk menjalankan fungsi normal suatu sendi. Beberapa gerakan dan sendi yang stabil dipelihara sampai terjadinya degerasi yang menyebabkan atropi sehingga aktifitas kekuatan otot berkurang, kurang dari 20 % dari normal. Kelemahan dan pembuangan sering kali nyeri menyebabkan nyeri karena subluksasi sendi scapulohumeral dan lengan lurus tersanggah dengan bantuan dari luar. Kontraktur harus secara teratur di ulur ( stretched ) untuk menjaga agar sendi tetap dalam kondisi yang baik walaupun hanya terhadap kontrol yang minimal dari aktifitas otot pada tahap lanjut. Keluhan nyeri dapat diawali saat pasien tidak dapat memindahkan berat badan kondisi yang baik walaupun hanya terdapat kontrol yang minimal dari aktifitas otot pada tahap lanjut. Keluhan nyeri dapat di awali saat klien tidak dapat memindahkan berat badan dalam kondisi tidur atau duduk. Merubah sudut ketinggian tempat tidur atau kursi roda ataupun posisi tungkai dapat mengurangi rasa nyeri. Perawatan pasien atau yang merawat pasien harus diajarkan tehnik perawatan tersebut yang di atas.

Braces atau alat bantu yang lain, skooter atau kursi roda dapat membantu memelihara mobilitas dan kebebasan pasien. Beberapa pasien dapat diajarkan untuk meningkatkan inspirasi dan ekspirasi pada otot diagfragma dan otot intercostal melemah. Pada tahap teminal kenyaman pasien adalah tujuan terapi. Seperti table di bawah ini menjelaskan intervensi yang berhubungan dengan fase – fase penyakit ALS.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar