Kamis, 21 April 2011

TEORI PLASTISITAS

TEORI PLASTISITAS
Sampai saat ini pemahaman terhadap struktur dan fungsi otak masih banyak yang berdasarkan pada model hierarki, dimana tiap-tiap bagian otak memiliki struktur tertentu dan memiliki fungsi tertentu pula (Held in Cohen, 1993). Pemahaman terhadap model ini tidaklah salah, tetapi dapat menyebabkan pemahaman terhadap struktur dan fungsi otak menjadi kaku. Seperti adanya pendapat bahwa kerusakan pada otak tidak akan pernah sembuh kembali, sehingga bagian otak yang rusak tersebut akan kehilangan fungsinya secara permanen
Seharusnyalah dipahami juga bahwa struktur dan fungsi otak adalah fleksibel terkait dengan berbagai sistem tubuh dan lingkungan. Adalah benar sel-sel otak yang mengalami kematian tidak bisa sembuh kembali, tetapi masih ada kemungkinan ruang  dan waktu bahwa fungsi otak yang hilang akibat kerusakan tersebut diambil alih oleh bagian otak yang lain dengan cara atau mekanisme plastisitas yang sampai sekarang masih menjadi misteri, walaupun sedikit demi sedikit mulai terkuak (Carr & Shepherd, 1987).
ASUMSI

Beberapa asumsi dasar tentang struktur dan fungsi pada otak terkait dengan plastisitas yang akan dibahas lebih lanjut, diantaranya adalah (Carr & Shepherd, 1987, 1998; Cohen 1993):
  • Otak memiliki struktur tertentu dan memiliki fungsi tertentu sesuai dengan penataannya (model hierarki)
  • Otak yang normal akan berkembang sesuai dengan kebutuhan (apabila dibutuhkan/ digunakan maka otak akan berkembang dan sebaliknya)
  • Pengaturan fungsi tertentu pada otak terdapat pada beberapa tingkat/area, sehingga bila ada satu rusak, masih ada yang mengatur fungsi yang rusak. Daerah yang tak memiliki fungsi khusus pada otak dapat belajar atau mengambil alih fungsi dari daerah yang mengalami kerusakan.
KERUSAKAN OTAK AKIBAT STROKE

Pada keadaan pasca stroke kerusakan otak dapat digolongkan sebagai berikut:
  1. Kerusakan dari sel otak yang aktual akibat dari lesinya atau disebut area umbra, zona nekrotik, zona infark
  2. Gangguan fisiologis sekunder dari sel saraf lain di sekitar atau yang terkait dengan sel otak yang rusak. Disebut area penumbra, zona inhibisi atau diaschisis. Diaschisis ini dapat diakibatkan oleh neural shock, odema, terputusnya aliran darah, atau denervasi sebagian neuron pasca sinapsis pada otak.
Ada juga yang membagi area penumbra ini menjadi dua, yaitu zona degenerasi dan zona odema.
Proporsi luas zona umbra dan penumbra bisa sangat bervariasi tergantung tipe lesi pada otak. Kejadian mendadak, terlokalisisr (misal stroke) proporsi hampir sama antara keduanya, tetapi pada kejadian yang lambat (misal tumor) mungkin hanya ada area umbra tanpa ada penumbra. Sedangkan suatu trauma (misal traumatic brain injury) mungkin mengakibatkan area penumbra lebih dominan (Held in Cohen, 1993).
1. Area necrotic (bersifat irreversibel/permanen ) disebut area umbra
2. Area degenerasi (bersifat riversibel) disebut area penumbra
3. Area oedematosa (bersifat riversibel )
STUDY PADA MANUSIA DENGAN KERUSAKAN OTAK
  • Kapasitas otak untuk merespon kerusakan masih merupakan suatu misteri
  • Tidaklah jelas bagaimana otak manusia mampu mengkompensasi terhadap fungsi yang hilang
  • Berbagai penelitian di bidang ini sangatlah luar biasa (ada yang mempelajari dari kimiawi, vaskuler, neuro imaging, kelistrikan saraf, perilaku dll)
  • Dengan Positron Emission Tomography (PET) dan functional Magnetic Resonance Imaging (fMRI) memungkinkan utk mengamati aktivitas otak pada manusia yang hidup tanpa membuka otaknya
PLASTISITAS PADA OTAK
  • Kapasitas dari sistem saraf pusat untuk beradaptasi & memodifikasi organisasi struktural & fungsional terhadap kebutuhan, yang bisa berlangsung terus sesuai kebutuhan dan atau stimulasi
  • Mekanisme ini merupakan mekanisme kompleks yang melibatkan: perubahan kimia saraf, kelistrikan saraf, penerimaan saraf, perubahan struktur neuron saraf, reorganisasi otak, dll.
  • Tidak hanya terjadi pada kerusakan otak seperti stroke, trauma kepala dll, tapi juga terjadi pada degenerasi otak seperti pikun, alzheimer, dll.
PEMULIHAN AKIBAT LESI PADA OTAK
–        Dikategorikan sbg pemulihan spontan dan reorganisasi mekanisme neural (perbaikan neurologis) à berlangsung singkat (fase diaschisis)
–        Kemampuan plastisitas à terus berlangsung apabila dibutuhkan (regeneration, collateral sprouting, silent synapsis recruitment, denervation supersensitivity)
PENGGOLONGAN PLASTISITAS OTAK
  • Plastisitas dari struktur Anatomi
–        Regenerasi (regeneration)
–        Penyebaran kolateral (collateral sprouting)
  • Penyesuaian fisiologis
–        Diaschisis
–        Peningkatan sensitivitas hubungan saraf (Denervation supersensitivity)
–        Pengefektifan sinapsis laten (Silent synapsis recruitment)
  • Cross modal plasticity meliputi:
–        Aktivasi bilateral dari sistem motorik
–        Penggunaan jalur ipsilateral
–        Perekrutan area motorik tambahan
1. Diaschisis (neural shock) atau pemulihan spontan
–        Gangguan laten dari aktivitas neuronal di dekat area kerusakan
–        Penurunan suplai darah dan metabolisme
–        Biasanya pasien menunjukkan gejala flaccid
–        Pemulihan dini (3-4 minggu setelah lesi) biasanya disebabkan oleh resolusi dari diaschisis
–        Hilangnya edema serebri, perbaikan fungsi sel saraf daerah penumbra, serta adanya kolateral à dapat terjadi dalam waktu yang tidak lama
2. Perbaikan yang terus berlangsung dalam beberapa bulan bahkan beberapa
tahun (plastisitas otak)
  • Pengefektifan sinapsis laten (Silent synapsis recruitment):
Pembukaan jalur yang sebelumnya telah ada tetapi secara fungsional terdepresi à melalui belajar dapat dipanggil ketika sistem yang biasa telah gagal
  • Peningkatan sensitivitas hubungan saraf (Denervation supersensitivity): pasca sinapsis menjadi sangat sensitif sehingga impuls saraf minimal mampu diterima, perubahan dalam konduksi dendrit termasuk peningkatan pengeluaran transmitter & disinhibisi terminal eksitatoris
  • Axonal regeneration
Terjadi regenerasi pada serabut saraf dimulai dari proksimal menuju ke distal
  • Collateral sprouting (pertunasan kolateral)
Merupakan pertunasan dari sel yang utuh / tidak rusak yang berdekatan dengan jaringan saraf yang rusak, ke daerah denervasi setelah sebagian/semua input normalnya rusak.
Pertunasan meningkatkan efektivitas sinaptik & menggantikan sinaps yang rusak à sinaptogenesis dinamis yang terus menerus terjadi dalam keadaan normal
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMULIHAN
  • Ukuran lesi (luas vs sempit? umbra vs penumbra?)
  • Umur (bgmn bayi vs orang dewasa vs lanjut usia?)
  • Jenis kelamin (bgmn lelaki vs wanita?)
  • Tipe/perjalanan kerusakan (mendadak vs perlahan?)
  • Kematangan dari area yang rusak
  • Fungsi dari area tersisa
  • Pengalaman (didapat dari specific training)
  • Pemakaian/latihan motorik/ (dari therapeutic intervention)
  • Lingkungan
  • Intervensi obat-obatan (pharmacotherapy)
IMPLIKASI UNTUK FISIOTERAPIS
  • Pemulihan sebenarnya (true recovery) pada otak mungkin terjadi pada situasi tertentu
  • Kompensasi mungkin bisa lebih menonjol dibanding dengan pemulihan sebenarnya
  • Bila kompensasi dikedepankan maka pemulihan sebenarnya tidak akan terjadi
  • Fisioterapis harus tahu kapan mengembangkan pemulihan sebenarnya atau kompensasi; pemulihan sebenarnya memungkinkan gerakan fungsional yang efektif dan efisien walaupun akan terjadi kelambatan kemajuan gerak fungsional
  • Intervensi dini lebih efektif daripada intervensi yang terlambat
  • Semakin intens fisioterapis semakin menghasilkan outcome yang lebih baik
  • Efektifitas biaya
  • Pemulihan maksimal terjadi pada masa-masa awal (golden period) tetapi pemulihan dapat terus berlangsung hingga beberapa tahun (jangka panjang)
  • Semakin spesifik jenis latihan semakin baik hasil fungsionalnya
  • Perlu kerjasama antar profesi rehabilitasi dan jenis intervensinya
  • Perlu untuk selalu memantau perkembangan up to date dan melakukan penelitian
PENGARUH LATIHAN MOTORIK TERHADAP PLASTISITAS
  • Studi pada hewan: latihan motorik memperkuat hubungan neuron yang ada dan menciptakan hubungan yang baru
  • Pada manusia: latihan motorik menghasilkan perubahan fungsional di dalam otak, seperti:
–        Perubahan aktivitas di level cortical
–        Meningkatkan vaskularisasi
  • Otak manusia terbukti sangat adaptif dan plastis serta dapat mengadakan perubahan struktural dan fungsional apabila diberikan stimulasi lingkungan
  • Stimulasi lingkungan à berupa stimulasi sensoris diterima oleh individu sebagai sebuah pengalaman & respon tindakan  (sensorimotor)
  • Ternyata aktivitas di otak juga meningkat pada saat membayangkan gerakan (mental practice), tanpa harus melakukan aktivitas
  • Informasi yang masuk dan diterima memori jangka pendek hanya merupakan fenomena biolistrik yang berlangsung beberapa menit sampai beberapa jam
  • Keberhasilan pembelajaran terjadi à bila informasi ditransfer ke memori jangka panjang à  dapat diingat lebih lama, malahan seumur hidup
  • Proses transfer informasi itu dapat melalui strategi latihan, ulangan, perhatian & asosiasi
  • Memori jangka panjang à terjadi perubahan struktrur otak dengan aktivitas gen, pembentukan protein baru & pertumbuhan cabang-cabang sel neuron
  • Orang dengan pengangkatan satu hemisfer otak (hemispherectomy) ternyata menunjukkan relokasi fungsi dan melatih otak yang tersisa untuk melakukan aktivitas yang dulunya dikerjakan oleh hemisfer yang sudah diangkat
  • Otak bisa dianalogikan dengan otot, dimana semakin diaktifkan semakin baik hasil yang diperoleh
  • Neural plasticitas dapat terjadi tidak hanya pada pemulihan kemampuan motorik tetapi juga pada kemampuan memori, penglihatan ataupun bicara
  • Bahkan beberapa tahun setelah stroke, neural plasticitas dapat terus terjadi.
3 bulan setelah fisioterapi semakin banyak area pada otak teraktivasi pada saat menggunakan sisi tubuh yang lesi
DAFTAR PUSTAKA
Carr JH., Shepherd RB, 1998., Neurological Rehabilitation: Optimizing Motor Performance, Butterworth-Heinemann, Oxford.
Carr JH., Shepherd RB., 1987, Movement Science Foundations for Physical Therapy in Rehabilitation, An Aspen Publication, Maryland.
Cohen, H. (ed), 1993, Neuroscience for Rehabilitation, JB Lippincott Company

Edwards, S., 2002, Neurological Physiotherapy: A Problem Solving Approach, Churchill Livingstone, Edinburgh
School of Physiotherapy, 2001, Physiotherapy Studies 1: Neurological Physiotherapy, School of Physiotherapy The University of Melbourne.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar